Putra dari Prabu Anggalarang dari dinasti Galuh yang berkuasa di
Surawisesa atau Kraton Galuh. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden
Pamanah Rasa. Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara
Jati. Istri pertama adalah Nyi Ambetkasih, putri dari Ki Gedengkasih. Istri
kedua, Nyai Subang Larang putri dari Ki Gedeng Tapa. Ketiga, Aciputih Putri
dari Ki Dampu Awang.
Selain itu, CPCN juga menuturkan silsilah Prabu Siliwangi sebagai ke turunan
ke-12 dari Maharaja Adimulia. Selanjutnya bila diurut dari bawah ke atas, Prabu
Siliwangi (12) adalah putra dari (11) Prabu Anggalarang, (10) Prabu Mundingkati
(9) Prabu Banyakwangi (8) Banyaklarang (7) Prabu Susuk tunggal (6) Prabu
Wastukencana (5) Prabu Linggawesi (4) Prabu Linggahiyang (3) Sri Ratu Purbasari
(2) Prabu Ciungwanara (1) Maharaja Adimulia. Sudah menjadi tradisi penulisan
silsilah, hanya menuliskan urutan nama. Tidak dituturkan peristiwa apa yang
dihadapi pada zaman pelaku sejarah yang menyangdang nama-nama tersebut.
Kadang-kadang juga disebut makamnya di mana.
Diawali dengan sebab adanya pernikahan kedua Sang Prabu
Siliwangi dengan Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon.
Subang Larang adalah santri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin dengan
pesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangi dari pernikahannya dengan
Subang Larang, terlahirlah tiga orang putra putri. Pertama, Pangeran
Walangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketiga Raja Sangara.
Ketiga-tiganya masuk Islam.
Pesantren Syekh Kuro
Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh Hasanuddin,
memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang
Prabu Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh Kuro, menjadikan
putrinya, Subang Larang masantren di Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki
Gedeng Tapa adalah sebagai Syahbandar di Cirebon. Menggantikan Ki Gedeng
Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa dikenal pula dengan nama Ki Gedeng
Jumajan Jati.
Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cirebon
yang ditulis (1720) atas dasar Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng
Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak hanya sebagai Syahbandar di
Cirebon semata. Ternyata juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden
Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan gelar Sang Prabu
Siliwangi.
Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah Nyi Ambet Kasih putri kandung
Ki Gedeng Sindangkasih. Istri kedua, Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa. Isteri
ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang.
Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini, antara Ki Gedeng Tapa dan Sang
Prabu Siliwangi memiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperoleh kekuasaan
berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Hubungan antara keduanya
dikuatkan dengan pertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangi mempersunting putri
Ki Gedeng Tapa yakni Subang Larang. Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalah
menantu Ki Gedeng Tapa.
Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kekuasaan
politik yang sedang diemban oleh Sang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin
kelancaran kehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja sama ekonomi dengan
Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa. Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa
tidak mungkin aman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpa perlindungan
politik dari Sang Prabu Siliwangi. Guna memperkuat power of relation
antar keduanya, maka diikat dengan tali pernikahan.
Pengaruh eksternal
Pengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang Prabu Siliwangi tidak dapat
dilepaskan hubungan dengan pengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah,
Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudah tiada digantikan oleh
kekuasaan Mamluk di Mesir dan Mongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti
Khu Bilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudian membangun kekaisaran Mongol
Islam di India.
Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengah di bawah Turki semakin
berjaya. Konstantinopel dapat dikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming
(1363-1644) memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk duduk dalam
pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim Cheng Ho ditugaskan oleh Kaisar Yung
Lo memimpin misi muhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah dan
Nusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000 dengan 62 kapal. Demikian
penuturan Lee Khoon Choy, dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di Cirebon
Laksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di Semarang mendirikan Kelenteng Sam Po
Kong.
Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukan perampokan atau penjajahan.
Bahkan memberikan bantuan membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang
didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya. Oleh karena itu, kedatangan
Laksamana Cheng Ho disambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar
Cirebon.
Perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh Islam seperti
di atas, berdampak besar dalam keluarga Sang Prabu Siliwangi. Terutama sekali
pengaruhnya terhadap Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar di Cirebon.
Karena sangat banyak kapal niaga muslim yang berlabuh di pelabuhan Cirebon,
kapal niaga dari India Islam, Timur Tengah Islam dan Cina Islam. Pembangunan
mercusuar di pelabuhan Cirebon memungkinkan tumbuhnya rasa simpati Ki Gedeng
Tapa sebagai Syahbandar Cirebon terhadap Islam. Dapat dilihat dari putrinya
Subang Larang, sebelum dinikahkan dengan Sang Prabu Siliwangi, dipesantrenkan
terlebih dahulu ke Syekh Kuro. Di bawah kondisi keluarga dan pengaruh eksternal
yang demikian ini, putra putri Sang Prabu Siliwangi mencoba lebih mendalami
Islam dengan berguru ke Syekh Datuk Kahfi dan Naik Haji.
Gunung dan guru
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari kelanjutannya
menuturkan, setiap dalam upaya pencarian guru pasti tempat tinggalnya ada di
Gunung. Tampaknya sudah menjadi rumus, para Guru Besar Agama atau Nabi selalu
berada di Gunung. Dapat kita baca Rasulullah saw juga menerima wahyu Al Quran
dan diangkat sebagai Rasul di Jabal Nur. Jauh sebelumnya, Nabi Adam as
dijumpakan kembali dengan Siti Hawa ra, di Jabal Rahmah.
Tempat pendaratan Kapal Nuh as setelah banjir mereda di Jabal Hud. Pengangkatan
Musa as sebagai Nabi di Jabal Tursina. Demikian pula Wali Sanga selalu terkait
aktivitas dakwah atau ma kamnya dengan gunung. Tidak berbeda dengan kisah
islamisasi putra putri Prabu Siliwangi erat hubungannya dengan guru-guru yang
berada di gunung.
Subang Larang tidak mungkin mengajari Islam putra putrinya sendiri di istana
Pakuan Pajajaran. Diizinkan putra pertamanya Pangeran Walangsungsang untuk
berguru ke Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati. Di sini Pangeran
Walangsungsang diberi nama Samadullah.
Walaupun demikian Pangeran Walangsungsang harus pula berguru kedua guru
Sanghyang Naga di Gunung Ciangkap dan Nagagini di Gunung Cangak. Di sini
Pangeran Walangsungsang diberikan gelar Kamadullah. Di Gunung Cangak ini pula
berhasil mengalahkan Raja Bango. Pangeran Walangsungsang diberi gelar baru lagi
Raden Kuncung. Dari data yang demikian, penambahan atau pergantian nama
memiliki pengertian sebagai ijazah lulus dan wisuda dari studi di suatu
perguruan.
Dengan cara yang sama Lara Santang harus pula mengaji ke Syekh Datuk Kahfi
Cirebon. Dalam Naskah Babad Cirebon dikisahkan Lara Santang sebelum
sampai ke Cirebon, berguru terlebih dahulu ke Nyai Ajar Sekati di Gunung
Tangkuban Perahu. Kemudian menyusul berguru ke Ajar Cilawung di Gunung
Cilawung. Di sini setelah lulus diberi nama Nyai Eling.
Naik haji
Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi agar Pangeran Walangsungsang dan Lara Santang
Naik Haji. Ternyata dalam masa Ibadah Haji di Makkah, Lara Santang dipersunting
oleh Maolana Sultan Mahmud disebut pula Syarif Abdullah dari Mesir. Lara
Santang setelah haji dikenal dengan nama Syarif Mudaim. Dari pernikahannya
dengan Syarif Abdullah, lahir putranya, Syarif Hidayatullah pada 12
Mualid 1448 dikenal pula setelah wafat dengan nama Sunan Gunung Jati.
Dan putra kedua adalah Syarif Nurullah.
Walangsungsang setelah haji, dikenal dengan nama Haji Abdullah Iman. Karena
sebagai Kuwu di Pakungwati, dikenal dengan nama Cakrabuana. Prestasi Cakrabuana
yang demikian menarik perhatian Sang Prabu Siliwangi, diberi gelar Sri Mangana.
Pengakuan Sang Prabu Siliwangi yang demikian ini, menjadikan adik
Walangsungsang atau Cakrabuana, yakni Raja Sangara masuk Islam dan naik haji
kemudian berubah nama menjadi Haji Mansur.
.bmp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas kritik dan sarannya